Ini Bahayanya Jika Kita Kurang Bersyukur

Ini Bahayanya Jika Kita Kurang Bersyukur
Syukur via Zipwhip


"Syukurin!!! ahahaha ..."

"Syukur dah kalau begitu."

Di antara dua kalimat di atas, manakah yang merupakan kalimat syukur?

Pertanyaan ini kaya soal ulangan agama di sekolah yak?

Jadi begini, encang-encang sekalian pembaca yang budiman. Syukur itu adalah ungkapan terima kasih.

Kepada siapa? Ya, kepada orang yang mengasih.

Kalau nggak dikasih berarti kita ga usah bersyukur dong? Ya, barangkali.

Eh tapi, penting nggak sih syukur itu?

Ya tinggal bayangin aja. Kalau kita sudah memberikan sesuatu yang baik kepada orang, kemudian orang itu tak tahu terima kasih, kira-kira gimana perasaan kita?

Ya seperti itulah jawabannya. Seketika di hati terasa sebel, bila perlu tersinggung dan marah. Meskipun ketika memberi kita dituntut untuk tulus dan ikhlas. Ketiadaan terima syukur akan membuat pihak yang memberi tersinggung. Termasuk Tuhan.

Emang kenapa kalau nggak terima kasih? Ya, sederhananya sih kalau tidak tahu harga diri siap-siap aja digampar orang. Lha iya, wong tidak menghargai perasaan orang yang memberi. Tidak tahu terima kasih itu terlaknat dalam agama. Tipe orang seperti ini menempati kedudukan paling hina. Bisa dikatakanlah, sudah miskin tapi sombong.

Orang miskin juga punya harga diri lho!

Lho yang bilang ga punya harga diri itu siapa? Melindungi wibawa dan harga diri itu gak sama lo dengan sombong. Sombong itu tercela. Sementara harga diri itu hak yang harus dilindungi. Jadi ya ga ada hubungannya antara harga diri dan sombong. Melindungi harga diri itu sebuah kewajiban, tetapi sombong bukan pilihan. Sampai sini paham?

Paham.

Dari contoh dialog di atas kita mengetahui bahwa ketiadaan syukur akan memantik situasi tidak nyaman. Bukan hanya terhadap orang yang memberi, bahkan kurangnya rasa syukur berakibat negatif bagi pelakunya. Secara psikologis.

Mengapa secara psikologis? Karena syukur itu mewakili perasaan. Perasaan itu tersimpan di dalam. Lingkungan perasaan itu yang menggerakkan manusia untuk berbuat. Nama lingkungan itu adalah psiko, jiwa. Keadaan jiwa itu bisa kita sebut sebagai nuansa psikologis.

Orang yang bersyukur menandakan punya kesadaran akan hubungan dengan orang lain selain dirinya. Jadi secara sosial dia menyadari posisinya di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Ketiadaan rasa syukur biasanya muncul sebagai sifat yang sangat individualis, cenderung egois. Hanya ingin mementingkan diri sendiri. Padahal rasa dan ungkapan syukur kebaikannya akan kembali kepada dirinya sendiri.

Orang yang tidak mau bersyukur kepada sesama manusia, tidak dianggap beterima kasih kepada Allah. Begitu bunyi sebuah hadis. Tidak bersyukur kepada manusia saja salah, lebih-lebih lagi tidak mau bersyukur kepada Allah. Dalam hal ini Allah telah menjamin balasannya akan sangat pedih. Pedih itu, bagi saya tak terdefinisikan. Masing-masing orang memiliki perasaan berbeda tentang kepedihan. Kurang bersyukur yang akan membukakan jalan.

Bersyukur itu penting untuk kesehatan mental. Orang yang tidak pandai bersyukur akan senantiasa melihat kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam hidupnya. Meskipun ia bergelimang harta dan fasilitas. Akibatnya tentu buruk. Ia akan menjadi orang yang tamak dan tanpa perasaan. Orang seperti ini bisa mengorbankan kepentingan umum untuk memuaskan dahaganya sendiri.

Sebaliknya orang yang memiliki kekurangan, bahkan penyandang disabilitas bisa merasa cukup dengan memiliki rasa syukur. Mereka dalam kekurangannya tetap bisa menjalani kehidupan ini dengan hati yang teguh dan senyum. Sifat syukur mereka tidak akan mengganggu kepentingan orang lain. Malah lingkungan akan semakin baik dengan hadirnya orang-orang seperti ini.

Tetapi akan lebih baik lagi bila ada orang mampu secara harta, memiliki anggota tubuh yang sempurna, plus memiliki kepekaan dalam bersyukur. Orang yang pandai bersyukur seperti ini insya-Allah hidupnya tidak akan terseok-seok. Orang ini akan siap menghadapi tantangan-tantangan ke depan serta lebih pasti dalam membangun peradaban. Kemajuan peradaban manusia hanya bisa tercapai jika kebutuhan fisik dan psikologis terpenuhi. Jer besuki mawa beya, kata semboyan Provinsi Jawa Timur. Secara fisik perlengkapannya ada, secara psikologis ada ketenangan di dalam batin.

Fisik dan psikologis harus berjalan beriringan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, syukur adalah salah bentuk ekspresi kesadaran. Ini hanya berlaku bagi orang-orang yang bersyukur sepenuh hati. Faktanya tidak sedikit orang yang bersyukur hanya dengan formalitas. Namun ini pun sudah dapat dikategorikan baik daripada tidak bersyukur sama sekali.

Rasa syukur juga suatu ekspresi kepuasan. Dari apa? Macam-macam.

Ada orang yang puas karena tujuan baiknya tercapai. Ada yang puas karena masih diberi kesempatan, dalam hal apa pun. Ada pula yang dengan sepenuh hati berpuas diri dengan apa yang masih dimiliki. Meskipun sebenarnya dirinya telah kehilangan banyak.

Dalam suatu kasus kebakaran rumah misalkan, hal pertama yang dipastikan tentu saja adalah keselamatan keluarga, baru surat-surat berharga dan harta benda. Jika hal ini dibalik tentu ada ketidakwarasan. Bahkan orang yang sempat digigit api pun tetap dalam keadaan baik dengan bersyukur masih diberikan kesempatan selamat dan sembuh.

Kita semua tentu pernah merasakan keadaan menyenangkan, lalu berputar ke keadaan yang tidak mengenakkan. Dalam situasi galau dan sempit biasanya kita akan kebingungan, bahkan putus asa terkadang menyelusup begitu saja. Rasa syukur bisa menyelamatkan kita dari keadaan ini.




Tengok saja kita masih memiliki anggota tubuh yang sempurna. Kita masih bisa bernafas, betapa banyak orang yang ingin bernafas lagi tetapi tidak bisa. Mereka telah mati. Kita perlebar syukur masih ada keluarga yang mengiringi. Anak-anak yang dapat bermain dengan lucu, atau istri yang tetap setia mendampingi dalam segala situasi.

Perlebar lagi syukur itu. Kita hidup dalam situasi kemerdekaan, dalam kebebasan yang bertanggung jawab. Betapa nenek moyang jaman penjajahan mengidamkan datangnya hari-hari ini, tak sedikit yang menjadi korban. Adanya nafas pun rasanya adalah hal yang cukup untuk memantik rasa syukur.

Mari perluas lagi. Allah masih memberi kehidupan. Allah mengenalkan kita dengan nama-Nya, Allah. Dia masih memperbolehkan kita menyebut nama-Nya, Allah. Dia masih memperbolehkan kita berpijak di bumi-Nya, atau di kapal kalau Anda ada di lautan, dalam semesta-Nya yang luas. Kita tidak diusir dari kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Dia bahkan memanggil kita kembali, jika kita berada sangat-sangat jauh dari-Nya.

Mari perluas lagi. Dia Sang Tuhan masih membuka pintu pengampunan bagi kita yang berbuat dosa dan kesalahan. Seluas-luasnya. Bukankah ini adalah hal yang sangat patut untuk disyukuri? Dia juga masih melimpah-ruahkan alam ini dengan anugerah. Tengok saja, hukum alam masih berlaku seperti biasa. Apa jadinya jika matahari telah terbit dari barat? Habislah kita yang tidak sempat.

Maka dari itu menjadi bahaya bagi kita jika tidak mengenal syukur. Keadaan psikologis pasti dipertaruhkan, Tuhan dan manusiapun tak akan memberi perkenan. Syukur itu hakikatnya tak terbatas. Sikap syukur juga merupakan sebuah kepandaian. Orang yang bersyukur harus pandai-pandai menghitung nikmat Allah yang masih kita miliki. Seperti darah yang masih beredar di pembuluh darah, dan jutaan sel tubuh yang melakukan peremajaan tanpa kita perintah.

Sungguh banyak nikmat itu untuk disyukuri? Jadi, nikmat Tuhanmu yang mana yang engkau dustakan?

Posting Komentar untuk "Ini Bahayanya Jika Kita Kurang Bersyukur"