Sebagai Harta Kejujuran
Rizal adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal bersama neneknya di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Ia berusia 15 tahun dan bersekolah di SMP Islam Bina Tunas Bangsa. Dia sangat rajin belajar dan bercita-cita menjadi dokter. Ia juga sangat jujur dan tidak pernah berbohong atau menipu siapa pun. Ia selalu mengikuti ajaran Islam yang diajarkan oleh neneknya dan guru-guru di sekolah.
Suatu hari, Rizal mendapat tugas dari Pak Ahmad untuk membuat makalah tentang kejujuran. Ia harus mencari sumber-sumber dari internet dan buku-buku di perpustakaan sekolah. Ia juga harus menulis makalahnya sendiri tanpa mencontek atau menjiplak dari orang lain.
Rizal pun mulai mengerjakan tugasnya dengan tekun. Ia mencari informasi tentang kejujuran dari berbagai situs web dan buku-buku yang berkaitan dengan Islam. Ia juga menulis makalahnya dengan bahasa sendiri dan menyertakan kutipan-kutipan dari Al-Quran dan Hadits tentang kejujuran.
Rizal bertemu Adi di perpustakaan, "Hai, kamu juga lagi nyari bahan buat tugas makalah ya?"
Adi menimpali sambil mengetikkan pencarian judul buku di komputer perpustakaan, "Iya nih. Susah banget ya nyari sumber-sumber yang bagus dan relevan dengan tema kejujuran."
"Iya betul. Aku juga baru nemu beberapa situs web dan buku yang cocok buat jadi referensi makalahku."
"Oh boleh minta lihat nggak? Mungkin aja ada yang sama dengan yang aku cari."
"Boleh kok. Ini nih daftar sumber-sumber yang aku pake buat makalahku. Ada beberapa situs web tentang Islam, ada beberapa buku tentang akhlak dan moral, ada juga beberapa kutipan dari Al-Quran dan Hadits tentang kejujuran."
"Wah terima kasih ya. Ini sangat membantu sekali. Kamu jujur banget ya mau berbagi informasi sama aku."
"Sama-sama. Ya namanya juga temen kan harus saling bantu-bantu. Lagian ini kan tugas dari Pak Ahmad kita untuk belajar tentang kejujuran. Jadi kita harus jujur dalam mengerjakannya dong."
Mereka pun menyelesaikan urusan di perpustakaan dan selanjutnya mulai mengerjakan setibanya di rumah.
***
Selepas isya' Rizal selesai mengerjakan tugas,. Rizal pun meminta neneknya untuk membacanya dan memberi masukan.
Sembari tersenyum Rizal menyodorkan tugasnya, "Nenek, aku sudah selesai mengerjakan tugas makalah tentang kejujuran dari Pak Ahmad. Aku mau menyerahkannya besok pagi di sekolah."
Nenek pun meneliti tulisan Rizal. Tersungging senyum tipis di wajah nenek. "Wah, hebat sekali cucuku ini. Aku bangga padamu. Apa yang kamu tulis di makalahmu?" kata nenek mencoba mengeksplorasi penguasaan Rizal atas makalahnya.
"Aku menulis tentang pengertian kejujuran, contoh-contoh kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, dan manfaat-manfaat kejujuran bagi diri sendiri dan orang lain. Aku juga menyertakan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits yang berkaitan dengan kejujuran sebagai sumber rujukan."
"Subhanallah, itu sangat bagus sekali. Semoga Allah memberkati usahamu dan memberimu ilmu yang bermanfaat. Amin."
"Amin. Terima kasih nenek atas doa dan dukungannya."
Neneknya sangat bangga dengan hasil kerja cucunya itu. Ia memuji Rizal atas kejujurannya dalam mengerjakan tugasnya.
Keesokan harinya, Rizal membawa makalahnya ke sekolah untuk diserahkan kepada Pak Ahmad. Di kelas, ia melihat teman-temannya juga sudah selesai mengerjakan tugas mereka. Namun, ia merasa ada yang aneh dengan beberapa makalah teman-temannya itu.
Ketika ia melihat lebih dekat, ia menyadari bahwa beberapa makalah teman-temannya itu sama persis dengan makalah-makalah yang ia lihat di internet atau buku-buku di perpustakaan sekolah. Bahkan ada yang tidak menyebutkan sumber-sumber mereka sama sekali.
Rizal merasa sedih melihat hal itu. Ia bertanya-tanya mengapa teman-temannya tidak jujur dalam mengerjakan tugas mereka. Apakah mereka tidak takut akan dosa? Apakah mereka tidak malu kepada Allah?
Rizal memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa kepada
Pak Ahmad atau teman-temannya tentang hal itu. Ia hanya berdoa agar
Allah memberi hidayah kepada mereka agar menjadi lebih jujur dan
bertanggung jawab dalam belajar.
Pak Ahmad menanyakan tugasnya, "Anak-anak, hari ini adalah hari terakhir untuk menyerahkan tugas makalah tentang kejujuran. Siapa yang sudah selesai mengerjakannya? Angkat tangan!"
Fikri menyahut, "Saya sudah selesai pak!"
Dina menyusul, "Saya juga pak!"
Adi pun sigap dari mata yang setengah mengantuk, "Saya juga pak!"
Rizal tak ketinggalan, "Saya juga pak!"
"Baiklah, silakan kalian berikan makalah kalian kepada saya satu per satu. Saya akan memeriksanya dan memberi nilai sesuai dengan kualitas makalah kalian."
Lina mengangkat tangan, "Pak, boleh saya bertanya?"
"Silakan nak."
"Bagaimana cara bapak menilai makalah kami? Apa saja kriteria yang bapak gunakan?"
"Ada beberapa kriteria yang saya gunakan untuk menilai makalah kalian. Pertama, isi atau materi makalah harus sesuai dengan tema yaitu kejujuran. Kedua, bahasa atau gaya penulisan makalah harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca. Ketiga, sumber atau referensi makalah harus dicantumkan dengan benar dan lengkap sesuai dengan aturan penulisan ilmiah. Keempat, orisinalitas atau keaslian makalah harus terjamin tanpa ada unsur pencontekkan atau penjiplakan dari orang lain."
"Baik Pak, terima kasih atas jawabannya," ungkap Lina atas jawaban Pak Ahmad.
***
Di bangku depan kelas Fikri dan Dina berbincang tentang tugas dari Pak Ahmad.
Fikri bertanya basa-basi ke Dina, "Eh kamu udah ngerjain tugas makalah dari Pak Ahmad, 'kan?"
Dina merespons pede, "Udah dong. Gampang banget kok."
"Oh ya? Gimana caranya?"
"Gini nih... aku cuma nyari artikel tentang kejujuran di internet terus aku copy paste aja di word terus aku ubah dikit-dikit biar nggak ketahuan sama Pak Ahmad."
"Wah pintar banget kamu! Itu namanya plagiat tau nggak sih?"
"Plagiat apaan sih? Yang penting kan kerja cepet selesai tanpa ribet."
"Ya tapi itu kan nggak jujur dong... Lagian temanya kan tentang kejujuran... Kok malah ngelakuin hal yang nggak jujur..."
"Ah masa sih? Emang Pak Ahmad kita bisa ngecek satu-satu makalah kita? Kan banyak banget. Lagian aku juga nggak sendirian kok. Banyak temen-temen yang lain juga ngelakuin hal yang sama kayak aku."
"Ya tapi tetep aja itu kan salah... Kamu nggak takut dosa apa? Kamu nggak takut nilai kamu jelek apa?"
"Nggak ah... Aku yakin nilai aku bakal bagus kok. Soalnya artikel yang aku contek itu dari situs terkenal dan berkualitas. Pasti isinya bagus dan bener semua."
"Ya udah deh terserah kamu aja... Tapi inget ya... Kejujuran itu penting banget lho... Apalagi sebagai seorang Muslim... Kejujuran itu salah satu sifat yang harus kita miliki dan tunjukkan dalam segala hal..."
"Iya iya udah deh nggak usah sok alim gitu... Kamu kan bukan malaikat juga..." kata Dina ketus mengakhiri percakapan itu.
Beberapa hari kemudian, Pak Ahmad mengumumkan nilai tugas makalah tentang kejujuran tersebut di depan kelas. Ternyata, Pak Ahmad sudah mengetahui siapa saja yang mencontek atau menjiplak makalah orang lain dari internet atau buku-buku di perpustakaan sekolah.
“Saya sangat kecewa dengan kalian. Kalian tahu betul bahwa mencontek atau menjiplak makalah orang lain adalah perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar etika akademik. Kalian tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merendahkan martabat sekolah kita.”
“Maafkan kami, Pak. Kami tidak bermaksud untuk berbuat curang. Kami hanya kehabisan waktu dan tidak sempat melakukan riset sendiri,” kata Fikri beralasan.
“Itu bukan alasan yang bisa diterima. Kalian harus bertanggung jawab atas tindakan kalian. Saya tidak akan memberi kalian kesempatan untuk memperbaiki makalah kalian yang sudah jadi sampah ini. Saya akan memberi kalian nilai nol dan hukuman tambahan untuk membuat makalah baru dengan tema lain dalam waktu satu minggu.”
“Tapi Pak, itu terlalu berat bagi kami. Kami sudah banyak tugas lain yang harus diselesaikan,” ungkap Dina mencoba menyangkal.
“Kesalahan kalian harus dibayar dengan konsekuensi yang setimpal. Jika kalian tidak mau menerima hukuman ini, saya akan melaporkan kalian ke kepala sekolah dan mengancam masa depan kalian di sekolah ini. Pilihan ada di tangan kalian.”
Mereka yang makalahnya bermasalah pun hanya bisa terdiam dan merasakan getir melihat kekecewaan Pak Ahmad.
Setelah itu Pak Ahmad memanggil Rizal ke depan kelas.
Rizal pun maju, “Ada apa ya pak?”
“Bapak mau mengucapkan selamat kepada kamu. Tugas yang kamu kumpulkan kemarin sangat bagus. Bapak lihat kamu tidak mencontek atau plagiat dari sumber manapun.”
“Terima kasih pak. Saya memang berusaha mengerjakan tugas itu dengan jujur dan sungguh-sungguh.”
“Bapak sangat menghargai sikap kamu itu nak. Kejujuran adalah kunci kesuksesan dalam belajar dan hidup. Kamu pasti sudah tahu kan kalau kejujuran itu membawa berkah?”
“Iya pak."
Pak Ahmad memberi Rizal nilai 100 dan memberi dia hadiah berupa sebuah laptop baru sebagai penghargaan atas kejujurannya. Ternyata makalah Rizal diikutkan ke dalam sebuah perlombaan penulis ilmiah pelajar dan berhasil mendapatkan juara tiga sebagai penulis pemula.
Rizal sangat terkejut dan senang mendapat hadiah itu. Ia tidak menyangka bahwa kejujurannya akan mendapat balasan yang begitu besar dari Pak Ahmad. Ia berterima kasih kepada Pak Ahmad dan berjanji akan terus belajar dengan jujur dan rajin. Adi dan Lina pun mengucapkan selamat kepada Rizal.
Adi menyalami Rizal, "Selamat Rizal, kamu dapat hadiah dari Pak Ahmad, ya!"
Rizal,"Terima kasih Adi. Alhamdulillah. Aku masih terkejut dan senang dengan hadiah ini. Alhamdulillah."
Lina ikut nimbrung, "Benar, Rizal. Aku tidak menyangka kejujuranmu akan dibalas sebesar ini oleh Pak Ahmad."
"Iya Lin, Aku sangat berterima kasih kepada Pak Ahmad dan berjanji akan terus belajar dengan jujur dan rajin.
"Bagus sekali, Rizal! Sekali lagi 'selamat' ya," kata Adi seraya tersenyum.
"Ya, selamat Rizal. Aku juga ikut senang," sahut Lina.
"Terima kasih teman-teman."
Teman-teman Rizal yang tidak jujur dalam mengerjakan tugas mereka merasa malu dan menyesal atas perbuatan mereka. Mereka menyadari bahwa mereka telah berbuat salah dan merugikan diri sendiri. Mereka meminta maaf kepada Pak Ahmad dan berjanji akan mengubah sikap mereka menjadi lebih jujur dan bertanggung jawab dalam belajar.
***
Setelah sampai rumah Rizal menceritakan kejadian di sekolah kepada neneknya. Rizal menghampiri nenek di ruang tamu, “Nek, Rizal punya kejutan buat nenek. Ini laptop baru dari sekolah.”
Nenek tertegun bertanya-tanya, “Laptop baru? Kok bisa nak?”
“Ini hadiah dari tugas karya ilmiah yang Aku kerjakan karena tidak mencontek atau plagiat.”
“Masya Allah, cucu nenek hebat dan jujur. Nikmat Allah itu banyak ya nak.”
“Iya nek, Aku sangat senang dan bersyukur.”
“Jangan hanya senang dan bersyukur ya nak. Jangan lupa juga bersedekah. Bagi sebagian hadiah kamu kepada orang-orang yang membutuhkan.”
“Siap nek, Aku juga mau bersedekah. Laptop ini harta yang istimewa. Tapi kejujuran lebih istimewa lagi.”
“Itu benar nak. Nenek harap kamu selalu menjadi anak yang jujur dan berprestasi. Nenek doakan semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kamu.”
“Aamiin ya Rabbal alamin. Terima kasih atas doa dan nasihat nenek.
Rizal sayang Nenek.”
Nenek tersenyum dan memeluk Rizal. Dalam pelukan itu Nenek teringat kepada orang tua Rizal yang telah tiada. Nenek merasa bersyukur memiliki cucu yang saleh dan berprestasi.
Nenek Rizal sangat bahagia mendengar kabar baik tentang cucunya itu. Ia mengucap syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya kepada Rizal. Rizal pun begitu. Meskipun juara di kelas, bagi Rizal kejujuran tetap merupakan harta yang lebih berharga dari segala harta di dunia ini.
Posting Komentar untuk "Sebagai Harta Kejujuran"
Posting Komentar